Rabu, 12 September 2012

Cicak vs Buaya Bakal Terulang? Ini Kata Ketua KPK

TEMPO.CO, Jakarta - Perkara korupsi pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) memanaskan hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian RI. Hubungan kedua institusi itu sebelumnya pernah tegang, hingga muncul istilah "Cicak versus Buaya". Dilontarkan pertama kali oleh mantan Kabareskrim, Komjen Susno Duadji, KPK diibaratkan sebagai cicak, yang mau menelan buaya. Buaya di sini siapa lagi kalau bukan polisi. Apakah kasus simulatorujian SIM ini bisa memicu munculnya kasus "Cicak versus Buaya" seri kedua? Ini komentar Ketua KPK, Abraham Samad seperti dikutip dari Majalah Tempo, edisi 6 Agustus 2012. "Saya kira tidak," ujar Abraham. "Pak Kapolri Timur Pradopo ini baik. Saya pikir beliau tidak akan mengambil langkah-langkah yang konfrontatif," Abraham menambahkan. Abraham menegaskan bahwa KPK lebih dulu menangani kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian SIM. "Penyelidikan kami sejak 16 Januari dan penyidikan dimulai 27 Juli," ujarnya. Sementara, kepolisian mulai menangani kasus ini sejak kasus ini muncul di majalah Tempo, yakni 23 April 2012. "Pak Tarman (Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jendral Sutarman) bilang, polisi sudah memeriksa 33 saksi sejak ada berita di majalah Tempo," kata Abraham. Hingga saat ini, KPK dan polisi sama-sama masih memproses kasus itu. KPK telah menetapkan empat tersangka, sedangkan polisi menetapkan lima tersangka, tiga di antaranya telah ditahan.

Masih Seputar Terorisme : Mencemaskan Namun Juga Menyejukkan

Detikcom, Senin 27 Juli 2009 memberitakan bahwa masih ada pihak yang percaya teroris Jamaah Islamiyah (JI) di bawah pimpinan Noerdin M. Top di Sumatra Selatan, masih ada. Dan mereka yakin teroris yang ditangkap beberapa waktu lalu, baru sebagian kecil dari teroris JI di Sumatra Selatan. Para teroris JI ini diperkirakan menyusup ke sejumlah organisasi Islam yang terbuka. Namun kabar itu dibantah mantan kuasa hukum sejumlah terdakwa teroris Palembang Bahrul Ilmi Yacub, Minggu (26/07/2009). Bahrul mengatakan, sejak teroris Palembang ditangkap pada 2 Juli 2008 lalu, jaringan teroris JI di Sumsel terhenti atau tidak berkembang lagi karena sudah ditangkap, dan tidak ada lagi anggotanya di Sumsel. Bahrul juga menegaskan, pemikiran Islam yang berkembang di Sumsel, khususnya di Palembang, lebih moderat dan lebih rasional. Sumsel memandang Islam itu lebih rasional. Mereka tidak begitu senang dengan pemikiran-pemikiran yang tidak rasional. Mereka memandang Islam sebagai sesuatu yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, yang lebih mementingkan kasih dan sayang. Senada dengan Bahrul, Fauzi yang mantan Ketua Forum Anti Kegiatan Pemurtadan (Fakta) Sumsel menjelaskan bahwa Dia yakin hanya dua orang itu yang masuk ke Fakta (ketika ditemui di rumahnya, kompleks Demang Azhar Blok F1, Demang Lebar Daun, Ilir Barat, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat -24/07/2009 lalu). Dua orang anggota Fakta yang merupakan jaringan JI itu adalah Abdurrohman Toib dan Agustiarwarman yang kini telah ditangkap dan menunggu vonis pengadilan. Dijelaskan Fauzi, dua orang itu juga jarang mengikuti kegiatan yang dilakukan Fakta. Kalaupun ikut dia hanya diam. Tidak banyak bicara. Di sisi lain, jelas Fauzi, pesantren kecil di Lempuing, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, yang menjadi tempat mengajar Ani Sugandhi, bersama Sugiarto, Heri Purwanto, dan Ki Agus M Toni, kini sudah tutup. Pesantren itu sudah tutup, dan Fakta Sumsel juga telah dibekukan. Apa yang diajarkan oleh Ani Sugandhi (anggota JI) maupun Fajar Taslim (jaringan Noerdin M. Top) mengenai keyakinan akan tindak teroris sudah banyak menyebar di Sumsel. Beberapa daerah yang dicurigai atau mungkin menjadi lokasi persembunyian para teroris baru, antara lain di Banyuasin, Mesuji, dan Palembang. Bahrul meyakinkan, bahwa mereka sulit berkembang di Palembang. Palembang sekarang ini sudah lebih rasional. Kecuali mereka itu para pendatang dari daerah lain. Bahrul yakin tidak ada lagi jaringan itu di Sumsel. Sekarang para ulama dan orangtua, serta aparat keamanan, sangat menjaga persoalan tersebut. Apa yang disampaikan oleh Bahrul Ilmi Yacub dan Ketua Forum Anti Kegiatan Pemurtadan (Fakta) Sumsel – Fauzi, kiranya akan memberikan jaminan terhadap rasa ketakutan dan kekuatiran masyarakat Indonesia dari kegiatan teroris. Terorisme di Indonesia harus dimusnahkan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat, jika terorisme diberikan kesempatan maka masyarakat akan sengsara dan tercekam olek ketakutan. Karena itu masyarakat harus membantu usaha-usaha pemerintah dalam memberantas terorisme. Masyarakat kiranya tetap waspada dan memperhatikan setiap gejala yang timbul disekitarnya guna mencegah sedini mungkin setiap gerakan terorisme. Marilah membina dan memelihara pesatuan dan kesatuan bangsa, mencegah adanya SARA yakni mencegah pertentangan suku, agama, ras, dan antar golongan. Betapa indahnya hidup rukun dan damai dengan berusaha secara aktif dan kreatif melakukan pembangunan nasional menurut bidangnya masing-masing. Jika pembangunan berhasil maka akan mempersempit ruang gerak usaha-usaha terorisme di Bumi Indonesia tercinta. Rafans – Manado, 27 Juli 2009,-

my created

fhotoku

Followers

ipin